Selasa, 12 Februari 2013

Bea Cukai tangguhkan ekspor 20 perusahaan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengklaim telah menangguhkan pelayanan ekspor puluhan perusahaan yang sampai sekarang enggan menyalurkan devisa hasil ekspor (DHE) melalui bank dalam negeri. Namun data itu belum boleh diumumkan tanpa izin Bank Indonesia (BI).

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Agung Kuswandono menyatakan selepas mendapat surat edaran dari BI bulan lalu, pihaknya langsung mendata perusahaan yang masuk daftar hitam pengemplang DHE.


"Sudah langsung kita hukum, di-hold (pengiriman barangnya). Sekitar dua puluhan (perusahaan kena cekal)," ujarnya selepas mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, di Senayan, Selasa (12/2).

Sebelumnya, BI gerah dengan aksi beberapa perusahaan besar, kebanyakan sektor minyak dan gas (migas) serta pertambangan yang ngotot membayarkan devisa hasil ekspor tanpa melalui bank dalam negeri. Alhasil, tindakan itu merugikan negara lantaran mengurangi pasokan valuta asing di Tanah Air. Apalagi, devisa dari perusahaan migas asing sangat besar, mencapai ratusan juta USD per bulan.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/20/PBI/2011, eksportir wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa di Indonesia, paling lama 90 hari setelah tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Bila nekat melanggar, maka perusahaan itu mendapat sanksi administratif berupa denda 0,5 persen dari nominal DHE yang belum masuk ke bank devisa dalam negeri. Agung menyatakan tidak bakal melayani komplain dari perusahaan kena cekal. Pelayanan ekspor akan mereka dapatkan kembali setelah membayar denda.

"(Dicekal) sampai dia memenuhi kewajibannya. Kan ada dendanya ya bayar dulu. Kita hanya menerima instruksi dari BI saja, kita jalankan," ungkapnya.

Saat didesak apakah perusahaan migas besar seperti Chevron Pacific Indonesia dan Total masuk dalam daftar cekal, Agung mengelak. Dia menyatakan bakal menjawab pertanyaan itu bila BI sudah mengeluarkan pernyataan resmi lebih dulu. "Pokoknya kalau BI sudah menyebut perusahaan mana saja melanggar PBI Nomor 13, baru kami bisa buka," cetusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar